Kata-kata dan Makna yang Dibebankan kepada Mereka

Stephen King dalam sebuah wawancara berkata bahwa salah satu benda yang selalu menemaninya ketika menulis adalah tesaurus. Tentu, Pak King tak sendiri. Hanya saja kebetulan dia pernah mengutarakan hal itu, kebetulan saya membaca apa yang dia utarakan, dan kebetulan namanya cukup terkenal untuk dapat diletakkan sebagai pengait di awal paragraf pembuka. Namun, bagi banyak penulis, idealnya mereka selalu didampingi oleh kamus atau tesaurus saat berkarya, entah itu yang berbentuk fisik atau yang sewaktu-waktu bisa dipanggil lewat mantra “Shift + F7″.

Dan ini sama pentingnya — atau bahkan mungkin lebih penting — bagi penerjemah.

Blog post ini tadinya akan berisi senarai sinonim untuk kata “walk” beserta contohnya. Belum lama ini, sekitar dua bulan, saya menerjemahkan novel karya Tya Subiakto berjudul Panggil Aku Mama, dan di dalamnya terdapat banyak kata “berjalan” dan “melangkah”. Dalam bahasa Inggris, kita bisa dengan mudah menggunakan “walk” untuk menyatakan aktivitas yang dimaksud. Akan tetapi, tentu kurang apik apabila kata tersebut saya gunakan berulang-ulang, apalagi jika ada keterangan yang menyatakan dalam kondisi apa proses “berjalan” tersebut dilakukan — dengan riang (bounce, prance), lesu (trudge, shamble), atau sambil memikul sesuatu yang berat (waddle, lumber), misalnya. Ada puluhan sinonim untuk kata “walk“, baik itu yang terdiri dari satu kata, kata gabungan, ataupun idiom. Tak berlebihan jika saya katakan, mereka yang menulis fiksi dalam (dan menerjemahkan fiksi ke dalam) bahasa Inggris lebih membutuhkan bantuan tesaurus ketimbang bahasa Indonesia.

Bukan berarti para penerjemah tak membutuhkan tesaurus bahasa Indonesia. Satu contoh sederhana, dibutuhkan kejelian untuk memilih padanan yang tepat untuk kata “chuckle“. Tawa seperti apa yang dikesankan oleh kata tersebut? Apakah terbahak, terkekeh, terkikik-kikik? Tawa kalem, atau tawa sinis? Adakah adjective atau adverb yang mengubah nuansa dari penggunaan kata tersebut, dan bagaimana menyesuaikannya dalam terjemahan? Was it a soft chuckle? Or did he chuckle nervously?

Singkatnya, persamaan kata yang disodorkan tesaurus tak berarti semua kata tersebut menyuguhkan nuansa yang sama. Bagi para penerjemah, kerumitan bisa semakin menjadi-jadi saat memasuki lorong-lorong spesialisasi — ada sastra, medis, teknologi, hukum, lingkungan, dan sebagainya. Kata “exhibit” dalam teks seni punya arti yang jauh berbeda ketika ia hadir dalam teks legal. Buku Translation in Practice merangkum hal ini dalam satu kalimat: “Words have different resonances and connotations for everyone, and when a translator works, he or she dredges up expressions, interpretations, vocabulary and insight from a host of subconscious pools of language and experience.”

Sebagai contoh terakhir, saya hadirkan satu kata dalam bahasa Arab yang terkenal akan kehalusan dan kerumitannya itu. Di blog saya yang lain, saya pernah membahas satu kata dalam Al-Qur’an, terdapat dalam surat An-Naml ayat 18:

“Sehingga apabila mereka sampai ke lembah semut, berkatalah seekor semut: Wahai sekalian semut, masuklah ke sarang kamu masing-masing, supaya kamu tidak remuk (terlindas) oleh Sulaiman dan bala-tentaranya, sementara mereka tidak menyadari (keberadaanmu).”

Itu penggalan kisah Nabi Sulaiman dan bala-tentaranya yang berbaris-baris melewati sebuah dataran. Di sana, terdapat negeri semut, dan salah satu dari semut-semut itu memperingatkan kawan-kawannya untuk bergegas kembali ke sarang agar tak hancur terinjak-injak oleh pasukan yang melintas. Kata yang digunakan untuk mendeskripsikan “kondisi semut yang terlindas” dalam ayat tersebut adalah “yaḥthimannakum,” yang artinya “menghancurkanmu sampai pecah.”

Pilihan kata “pecah” yang cocok untuk gelas atau kaca tentu terkesan ganjil ketika disandingkan dengan semut. Kenapa tidak menggunakan kata yang bermakna “hancur” atau “lumat”, misalnya? Jawabannya, sains akhirnya mengungkap bahwa tubuh semut tersusun oleh rangkaian kimia yang disebut chitin. Rangkaian chitin merupakan komponen utama kulit hewan semacam kepiting dan lobster. Maka, apabila dilihat dari susunan kimianya, remuknya tubuh semut bisa disamakan dengan remuknya kulit kepiting atau lobster, dan remuknya kulit kepiting atau lobster lebih mirip dengan pecahnya gelas atau kaca daripada dengan lumatnya daging.

Kemampuan berbahasa Arab saya mungkin bisa disamakan dengan kemampuan berbahasa para siswa TK 0 kecil di negeri-negeri Arab sana. Akan tetapi, setidaknya contoh di atas menunjukkan, ada banyak jalan bagi kita untuk mengetahui lapisan-lapisan makna pada kata-kata yang terkesan serupa tapi sesungguhnya tak sama. Dan, dari kacamata saya pribadi, yang dibutuhkan adalah deret-deret pengalaman dan ruang-ruang ketekunan untuk menyapa kata demi kata, memunguti makna demi makna, serta mengenali tiap teksturnya agar dapat menelusuri kaleidoskop keindahan yang dihasilkan oleh ragam susunannya.

One response to “Kata-kata dan Makna yang Dibebankan kepada Mereka

  1. Pingback: Menerjemahkan Suara sang Pengarang Bag. 1 | Bekabuluh·

Leave a comment